Hukum Melamakan Sujud Terakhir di dalam Shalat Berjamaah

Deboaberab.blogspot.com - Assalamu ‘alaikum wr. wb. Redaksi NU Online, saya ingin bertanya. Saya kerap singgah di masjid-masjid di perkantoran untuk turut shalat berjamaah. Banyak dari imam melamakan sujud terakhir dibandingkan sujud-sujud di awalnya yang membawa dampak saya was-was. Bolehkah imam berbuat demikian? Mohon penjelasan. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hasan/Jakarta) 





Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kami semua. Pada waktu sujud, kami direkomendasi untuk banyak berdoa kepada Allah. Dengan memperbanyak doa itu, sujud kami menjadi terlihat lama.

Anjuran ini tercatat didalam beberapa kitab hadits sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ‘Momentum paling dekat seorang hamba dan Tuhannya adalah kala sujud. Oleh gara-gara itu, perbanyaklah doa waktu itu,’” (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i). Namun demikian, tindakan memperlama durasi sujud untuk diisi bersama dengan banyak doa dipahami oleh ulama sebagai pemberlakuan terhadap waktu shalat sendiri atau shalat sunnah yang tidak disyariatkan berjamaah.

Adapun terhadap shalat berjamaah, imam direkomendasi untuk membaca surat-surat pendek Al-Qur’an didalam shalat berjamaahnya dan selalu menyempurnakan rukuk, itidal, dan sujud lewat tuma’ninah serta bacaan yang direkomendasi sebagaimana lazimnya.

Keringanan shalat ini dipesan oleh Rasulullah untuk mereka yang mengimami di sedang banyak orang yang mempunyai begitu banyak ragam keadaan pribadinya, jadi dari orang tua, orang lemah, orang sakit, atau orang yang mempunyai kepentingan lain.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِي النَّاسِ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَذَا الْحَاجَةِ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ ، فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Bila keliru seorang kamu mengimami orang banyak hendaknya ia meringangkan gara-gara di sedang jamaah terdapat orang dhaif, orang sakit, dan orang yang berhajat (orang lansia terhadap lain riwayat). Tetapi terkecuali ia jalankan shalat sendiri, bolehlah ia melamakan shalat cocok kehendaknya,’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud).

Pembahasan ini pernah diangkat oleh KHM Syafi’i Hadzami (Rais Syuriyah PBNU 1994-1999 M) didalam kumpulan fatwanya, Kitab Taudhihul Adillah, juz II, yang kami kutip sebagai berikut: “Memang sunnah hukumnya melamakan sujud untuk berdoa di dalamnya gara-gara sujud itu adalah suatu keadaan yang paling dekat seorang hamba kepada Tuhannya, namun tidak tersedia takhshish yang menentukannya terhadap sujud yang terakhir,” (KHM Syafi’I Hadzami, Taudhihul Adillah, [Kudus, Menara Kudus: 1982 M], juz II, 134-135). “

Akan namun bagi imam suatu kaum yang tidak terbatas, atau yang terbatas yang tidak diketahui keridhaan mereka untuk memanjangkan sembahyang, janganlah hendaknya imam melebihkan tasbih didalam sujudnya dari tiga kali, dan tidak sunnah beri tambahan doa-doa apa-pun juga, bahkan hendaklah diperingannya sembahyang itu, untuk mera’ikan makmum yang lemah, yang sakit, yang tua, dan orang-orang yang membawa kepentingan atau kerja yang wajib diselesaikannya, maka didalam perihal ini disunnahkan bagi imam meringankan sembahyangnya,” (KHM Syafi’i Hadzami, 1982 M: II/135).

Pengamalan untuk memperbanyak doa di waktu sujud agak problematik untuk dipraktikkan didalam shalat berjamaah gara-gara keadaan makmum berbeda-beda.

Di samping itu, tidak seluruh makmum menyadari petunjuk doa dan menyadari bacaan doa apa saja supaya sanggup mengundang risau di hati jamaah, baik diamalkan terhadap setiap sujud, sujud awal, maupun sujud terakhir. Rasulullah sendiri kala mengimami mencermati jamaah yang menjadi makmumnya supaya tidak shalat didalam keadaan risau gara-gara imam melamakan shalatnya atau keliru satu bagian dari shalatnya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَدْخُلُ الصَّلَاةَ أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأُخَفِّفُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ بِهِ

Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh saya memasuki sebuah sembahyang, ingin melamakan sembahyang itu, namun saya mendengar tangisan anak kecil, lalu kuringankan sembahyang itu dari gara-gara beratnya perasaan ibu Karen tangis tersebut,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Demikian jawaban singkat kami. Semoga sanggup dipahami bersama dengan baik. Kami selalu terbuka didalam menerima kritik dan petunjuk dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/119455/hukum-melamakan-sujud-terakhir-dalam-shalat-berjamaah

Komentar

Enjoy journey, you is the best ☻